Gagasan
Obral Ide
Covid-19 dan Areté
![]() |
sumselupdate.com |
Joan Udu
Dunia sedang menghadapi bencana besar akibat
penyebaran virus corona (Covid-19). Saat ini, sudah jutaan orang terjangkit virus
ini dan ratusan ribu di antaranya meninggal dunia.
Tidak ada negara yang merasa hebat
berhadapan dengan virus ini. Negara-negara yang kita sebut maju atau digdaya
sekalipun kelimpungan menghadang arus penyebarannya. Maka, tidaklah berlebihan
kalau dikatakan, virus inilah sosok adikuasa yang sesungguhnya saat ini. Ia
menjelma menjadi diktator yang paling ditakuti di seluruh dunia, tak terkecuali
di Indonesia.
Semua manusia dibuatnya cemas, takut,
dan selalu terancam. Apalagi jangkauan daya jangkitnya tak pandang bulu, entah status
sosial, jabatan, ras, suku, maupun agama. Maka, jangan pernah meremehkan penyebaran
virus ini. Suara para ahli sains harus terus didengarkan dan intervensi
kesehatan melalui tindakan medis mutlak dilakukan pemerintah setiap negara.
Terlepas dari itu, sikap kooperatif
setiap warga negara juga sangat diperlukan. Kerja keras pemerintah dalam
menahan laju penyebaran Covid-19 mesti didukung dengan kepatuhan warga negara dalam
melakukan isolasi diri dan penjarakan sosial. Ini menjadi bentuk sumbangsih
kita sebagai warga negara, selain aneka bentuk kerja sama dan aksi solidaritas
lainnya. Jadilah warga negara yang tertib dan disiplin, agar kerja pemerintah kian
dipermudah.
Sikap dewasa setiap warga negara sangat
penting di sini. Mungkin kita sudah lelah dan bosan menghadapi pandemi ini,
tapi usahakan untuk tetap tenang, tidak rewel, dan tidak sembrono. Di tengah pandemi
ini, waspada adalah sikap yang tepat. Meskipun diliputi kecemasan, kita tetap
harus berpikir rasional dan bertindak benar. Jangan pernah panik, supaya kita tidak
mati oleh karena kecerobohan kita sendiri.
Jangan sampai kita mengulangi peristiwa
konyol di Iran (khususnya di provinsi Khuzestan dan Alborz) beberapa pekan
lalu. Di Iran, puluhan orang meninggal karena terlalu panik. Mereka keracunan
alkohol setelah percaya begitu saja pada hoaks yang beredar di media sosial
bahwa alkohol bisa melindungi diri dari Covid-19.
Ini sangat disayangkan, sebab orang mati
bukan karena keterbatasannya menghadapi virus, melainkan karena kesembronoannya
sendiri. Maka, bijaksana bersikap dalam menghadapi pandemi ini niscaya
diperlukan.
Arête
Dalam buku Nicomachean Ethics
(340 SM), filsuf Yunani, Aristoteles (384-322 SM), memberikan penjelasan
menarik tentang bagaimana manusia harus bersikap bijaksana dalam setiap situasi.
Aristoteles memberikan istilah teknis untuk sikap bijak itu, yakni arête atau ‘keutamaan’.
Areté adalah pertengahan dari dua kutub ekstrem yang
berlainan. Keberanian, misalnya, pertengahan dari sikap pengecut dan
ugal-ugalan; dermawan pertengahan dari sikap boros dan sikap kikir; kewaspadaan
pertengahan dari panik dan nekat. Singkatnya, manusia yang berkeutamaan atau
yang memiliki arête adalah manusia yang
menempuh jalan tengah dengan menghindari pilihan-pilihan ekstrem.
Dalam konteks etika, orang yang memiliki
arête selalu tahu bagaimana harus bersikap baik
dan tepat pada semua situasi, termasuk dalam situasi darurat. Ia melakukan
tindakan-tindakan terbaik bukan karena diwajibkan aturan atau sekadar mengikuti
protokol pemerintah, melainkan untuk mengaktualisasikan semua kemampuan dalam
tindakannya. Ia tahu tindakan apa yang mesti dilakukan untuk mencapai
kebahagiaan (eudaimonia) yang otentik. Orang yang berkeutamaan (arête) tak akan ceroboh, tetapi bertindak secara
terukur dan penuh kehati-hatian.
Dalam situasi sekarang, karakter
manusia berkeutamaan ala Aristoteles itu sangat penting kita miliki. Di tengah
pandemik Covid-19, manusia dituntut untuk bersikap bijak, dalam arti mengambil
sikap di tengah-tengah: tidak terlalu cemas dan panik, tetapi juga tidak nekat
dan sembrono. Sikap yang paling tepat adalah waspada, dengan tetap mengindahkan
protokol pemerintah, jaga jarak (social distancing), dan kurangi
jalan-jalan serta mobilitas keluar rumah.
Jika manusia-manusia Indonesia memiliki
arête, pekerjaan pemerintah akan jauh lebih
mudah. Sebab setiap warga negara akan berperilaku baik dan bijak bukan pertama-tama
untuk patuh pada instruksi pemerintah, melainkan untuk mewujudkan kebaikan dan
kebahagiaannya sendiri. Jika demikian, polisi atau aparat militer tak perlu turun
tangan lagi menertibkan masyarakat. Sebab masyarakat sendirilah yang menjaga
diri agar terhindar dari virus mematikan ini.
Dalam situasi pandemik, tertib dengan
diri sendiri sama dengan mengamankan hidup orang lain. Itulah bagian dari solidaritas
kita terhadap sesama. Tanpa solidaritas itu, kita tak akan bisa keluar dari
jebakan penyebaran Covid-19.
Paradoks Solidaritas
Untuk konteks sekarang, solidaritas itu
mesti dihayati secara paradoks. Kita dikatakan memiliki solidaritas dengan yang
lain manakala kita menjaga jarak dari mereka atau dengan tekun mengisolasi diri
di rumah.
Kita mesti membiasakan diri untuk solider
tanpa merangkul, bela rasa tanpa mengulurkan tangan, dan saling perhatian tanpa
menyentuh. Sekali kita menyentuh orang lain, lalu menularkan virus kepadanya,
maka pada saat yang sama kita sudah membunuhnya pelan-pelan. Syukur kalau dia
bisa sembuh dan pulih kembali. Jika tidak, kita sudah membunuhnya melalui kesembronoan
kita.
Maka, milikilah arête agar kita
tahu bertindak bijak di tengah pandemi ini. Tunjukkan bahwa kita adalah orang
yang berkeutamaan, yang mau bekerja sama untuk mengakhiri pandemi ini. Jika
kita abai dan apatis, maka Covid-19 akan terus mengancam kita.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment